Suatu masa di tempat ketinggian ketujuh
Tuhan menciptakan dosa dan virus sebagai makhluk
Mereka bertemu bagai kawan sebelah rumah
Saling duduk membelakang dan mengamati gerak gerik Muqorrobin
Dosa memulai dengan gumam menyirat tanya
“Aku akan turun ke bumi lebih dulu, baru lah kau. Itu yang ku dengar”
Virus memberi jawaban bagai memicingkan mata
“Kelak manusia berlari dari ku, mengutuk, dan melantangkan perang
Namun perlahan maupun kencang, mereka kearahmu. Ah bodohnya”
Dosa terkekeh sembari beranjak berjalan pelan
“Mereka dan kelalaiannya bagai tembikar dan air
Begitu gencarnya berlindung dari mu namun bagai
Menunggangi kuda perang yang berlari ke arahku
Mereka lupa bahwa di neraka aku lah sumber segala siksa bagi mereka”
Seolah memaklumi kebodohan, virus mengalih pandangan
“Kau lihat lah, bukankah itu dunia?, oh sungguh buruk rupa
Keriput di wajahnya bagai buih lautan bermuda”
Dosa menjawab dengan raut wajah bagai Koala
“Kelak Tuhan akan melemparnya ke neraka
Itu yang aku dengar, Samarqandi pernah menulisnya
dalam satu kitab peringatan. Sudah lah mari kita turun.”
“Oh iya, satu lagi tanyaku
Bukankah di bumi kini sedang datang tamu agung?
Yaitu bulan umat terbaik
Umat dari kekasih Sang Khaliq,
Namun apa alasan Sang Mudzil
Tidak juga membinasakanmu?”
Dengan wajah bagai murung virus menjawab
“Sang Hasiib terlampau murka pada negeri itu
Disana salah satu cucu dari Al-Amin
Kekasih Sang Rahman itu difitnah
Hingga pergi meninggalkan segala cinta
Negeri itu dzolim terlewat batas
Sepatutnya mereka muhasabah.”
Tanpa kata-kata lagi mereka telah
Saling menjauh ribuan hasta