Peran Imam Abu Hanifah Dalam Penetapan Hukum Islam

Nama lengkap Abu Hanifah adalah Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit Ibn Zutha al-Taimy. Lebih dikenal dengan Abu Hanifah. Ia berasal dari keturunan Parsi, lahir di Kufah tahun 80 H/699 M dan wafat di Baghdad tahun 150 M/767 M. Ia menjalani hidup di dua lingkungan sosio-politik, yakni di masa akhir dinasti Umayyah dan masa awal dinasti Abbasiyah. Abu Hanifah adalah pendiri mazhab Hanafi yang terkenal dengan “al-Imam al-A’zham” yang berarti Imam Terbesar.

Abu Hanifah pada mulanya gemar belajar ilmu qira’at, hadis, nahwu, sastra, syi’ir, teologi, dan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang pada masa itu.Di antara ilmu-ilmu yang paling diminatinya adalah teologi, dan menjadikannya salah seorang tokoh terpandang dalam ilmu tersebut. Karena ketajaman pemikirannya, ia sanggup menangkis serangan golongan Khawarij yang doktrin ajarannya sangat ekstrem.

Abu Hanifah menekuni ilmu fikih di Kufah yang pada waktu itu merupakan pusat pertemuan para ulama fikih yang cenderung rasional. Di Irak terdapat Madrasah Kufah, yang dirintis oleh Abdullah Ibn Mas’ud (wafat 63 H/682 M). Kepemimpinan Madrasah Kufah kemudian beralih ke Ibrahim al-Nakha’i, lalu Hammad Ibn Abu Sulaiman, salah seorang Imam Besar saat itu. Ia adalah murid dari ‘Alqamah Ibn Qais dan al-Qadhi Syuriah, keduanya adalah tokoh dan pakar fikih yang terkenal di Kufah dari golongan Tabi’in. Dari Hammad Ibn Abi Sulaiman inilah Abu Hanifah belajar fikih dan hadis.

Abu Hanifah juga sering pergi ke Hijz untuk mendalami fikih dan hadis sebagai nilai tambah dari apa yang dia peroleh di Kufah. Sepeninggal Hammad, Majelis Madrasah Kufah sepakat untuk mengangkat Abu Hanifah menjadai Kepala Madrasah. Kemudian Abu Hanifah mengabdi dan banyak mengeluarkan fatwa dalam masalah fikih, di mana fatwanya merupakan dasar utama dari pemikiran mazhab Hanafi.

Abu Hanifah berhasil mendidik dan menempa ratusan murid yang memiliki pandangan luas dalam masalah fikih. Puluhan dari muridnya menjabat sebagai hakim-hakim dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah, Saljuk, ‘Utsmani, dan Mughal.

Beberapa guru Imam Abu Hanifah yang banyak membantu dan selalu memberikan nasihat kepadanya adalah Imam ‘Amir Ibn Syahril al Sya’by dan Hammad Ibn Sulaiman al-Asy’ary. Abu Hanifah pun belajar qira’at dan tajwid dari Idris ‘Ashim.

Ketika di Kufah, Abu Hanifah sempat menyaksikan tragedi-tragedi besar. Kota Kufah memberi makna dalam kehidupannya sehingga menjadi salah seorang ulama besar dan al-Imam al-A’zham. Ia juga merasakan kota Kufah sebagai kota teror yang diwarnai dengan pertentangan politik. Kota Bashrah dan Kufah di Irak melahirkan banyak ilmuwan dalam berbagai bidang seperti ilmu sastra, teologi, tafsir, fikih, hadis, dan tasawuf.

Abu Hanifah dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yi. Dalam menetapkan hukum Islam, baik yang diistinbathkan dari Al-Qur’an ataupun hadits, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dari khabar ahad. Jika ada hadits yang bertentangan beliau menetapkan hukum dengan jalan qiyas dan istihsan.


Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *